MAKALAH
FARMASI RUMAH SAKIT
SKIZOFRENIA
Oleh
KELOMPOK IV
KELAS B
Jumairah
Arlindah
M. Arifuddin
Leksi Paseru
Mhd. Budiawanshah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
-------Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi:
1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik
2. Terapi psikososial
3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize)
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
- Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46).
- Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yangg kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya (Kaplan 2000 : 407)
- Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217) Skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan.
Dari ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia merupakan suatu gambaran sindrom dengan berbagai macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi keretakan jiwa atau ketidak harmonisan dan ketidaksesuaian antara proses pikir, perasaan dan perbuatan serta hilang timbul dengan manisfestasi klinis yang beragam serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
2.2 Pedoman diagnostik
-Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas:
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
· suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
· mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara).
· jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
· Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
· Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.
· ---
Tipe-tipe Skizofrenia
Dalam PPDGJ III skizofrenia terbagi menjadi :
a. Skizofrenia Paranoid
b. Skizofrenia Hebefrenik
c. Skizofrenia Katatonik
d. Skizofrenia tak terinci
e. Defrresi pasca skizofrenia
f. Skizofrenia Residual
g. Skizofrenia Simplek
h. Skizofrenia lainnya
i. Skizofrenia tak tergolongkan-
2. 3 Penatalaksanaan Skizofrenia
2.3.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
· Risperdal (risperidone)
· Seroquel (quetiapine)
· Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
GOLONGAN | KELAS | GENERIK | PATEN | INDIKASI | EFEK SAMPING | MEKANISME KERJA |
ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (TIPIKAL ANTIPSIKOTIK) | Butryphenone | Haloperidol | Haldol, Govotil amp®, Lodomer amp®, Serenace | Psikosis kronik & akut: cemas, gelisah. Kelainan psikis disertai iritabilitas, astenia. Sbg antiemetik pd keracunan radiasi & kemoterapi kanker. Halusinasi pd skizofrenia, agitasi, kelainan sikap & tingkah laku pd anak. | Sindroma ekstrapiramidal pd hipertonia muskuler, akatisia, spasme muskular, gerakan mata yg tdk terkoordinasi | memblokade efek dari dopamin |
Benperidol | Anquil | |||||
Dibenzoxazepine | Loxapine | Loxitane | gangguan psikis | aritmia, takikardi, agitasi, pusing, sindroma ekstrapiramidal, insomnia | memblokade postsinap mesolimbik reseptor D1 dan D2 serta menghambat aktivitas serotonin 5-HT2 | |
Diphenylbutylpiperidone | Pimozide | Orap | Pskosis kronik. Terapi awal pd pasien rawat jalan & pasien baru, agitasi psikomotor, agresifitas atau ansietas berat yg tdk termasuk gejala predominan. Kasus perbatasan spt paranoid atau skizoid | Akatisia ringan, kekakuan, sedasi, gejala ekstrapiramidal, diskenisia tardive, ruam kulit | mamblok aktivitas reseptor D2 dan sbg antagonis reseptor opiat OP2 | |
Indole | Sertindole | Serdolect | perawatan skizofrenia | rhinitis, nasal kongestion, edema periferal, pusing, dispnea, hipotensi postural | memblok efek dopamin D2 dan serotonin 5-HT2 dan reseptor α1-adrenergic | |
Molindone | Moban | perawatan skizofrenia | hipotensi ortostatik, takikardi, aritmia, reaksi ekstrapiramidal, depresi mental, sedasi, gelisah, eforia | memblok aktivitas dopamin | ||
Phenothiazines | Chlorpromazine | Thorazine, Cepezet, Meprosetil, Promactil | Antipsikotik, anti emetik | mengantuk, ketergantungan, efek anti muskarinik, insomnia, depresi, kejang, agitasi, takikardia, hipotensi postural, reaksi alergi | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | |
Fluphenazine | Prolixin | perawatan skizofrenia | hipotensi ortostatik, takikardi, aritmia, reaksi ekstrapiramidal, depresi mental, sedasi, gelisah, eforia | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Mesoridazine | Serentil | perawatan skizofrenia | mengantuk, gangguan ekstrapiramidal, agranulositosis, ikterus kolestatik, fotosensitivitas, reaksi alergi | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Perphenazine | Trilafon, Mutabon-D, Pernazine, Perzine-P | Penatalaksanaan kelainan psikotik, pengendalian mual & muntah | Distonia akut, diskinesia tardiv, kejang, mengantuk, insomnia, mulut kering, hipotensi postural, reaksi hipersensitifitas | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Thioridazine | Melleril | Gangguan psikotik. Terapi jangka pendek depresi sedang-berat dgn berbagai tingkat kegelisahan pd penderita dewasa. Terapi berbagai gejala spt : agitasi, gelisah, murung, tegang, gangguan tidur & rasa takut pd usia lanjut. | sedasi, vertigo, hipotensi ortostik, hidung tersumbat, mulut kering, gangguan akomodasi, retensi urin, galaktorea, menstruasi tidak teratur, gangguan ereksi & ejakukulasi. | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Trifluoperazine | Stelazine, Stelosi 5 | gangguan mental & emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, mual & muntah, skizofrenia, psikosis. | mengantuk, pusing, reaksi kulit, mulut kering, penglihatan kabur, amenore, laktasi, otot lemas, gejala ekstrapiramidal pd dosis tinggi, diskenisia tardive. | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Levomepromazine | Nozinan | psikosis, melankolia, depresi, skizofrenia, halusinasi kronis, eksitasi psikomotor, bingung, kekacauan karakter krn epilepsi | mengantuk, gangguan ekstrapiramidal, agranulositosis, ikterus kolestatik, fotosensitivitas, reaksi alergi | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Periciazine | Neulactil | skizofrenia, psikosis, gelisah, agitasi psikomotorik | jaundis (penyakit kuning), hipotensi postural, aritmia, depresi pernafasan, diskenisia tardive | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
Prochlorperazine | Dhaperazine, Seratil, Stemetil | mual & muntah berat, kelainan psikosis, ansietas non-psikosis, agitasi, ketegangan | konstipasi, mulut kering, hipotensi, retensi urin, kerusakan hati, insomnia. | antagonis reseptor dopamin (D1, D2, D3 and D4) dan reseptor serotonin (5-HT1 dan 5-HT2) | ||
ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (ATIPIKAL ANTIPSIKOTIK) | Aripiprazole | Abilify | skizofrenia akut dan gangguan bipolar | sakit kepala, mual, muntah, konstipasi, gelisah, insomnia, somnolen, akatsia. | memblok aktivitas dopamin | |
Clozapine | Clozaril, Clopine, Clorilex, Luften, Sizoril | penderita skizofrenia yg tdk memberi respon atau intoleransi thd neuroleptik | granulositopenia & agranulisitosis, trombositopenia, eosinofilia, mengantuk, lelah, sedasi, pusing, sakit kepala | memblok aktivitas dopamin | ||
Olanzapine | Zyprexa, Olandoz | skizofrenia resisten kronik | somnolen, BB meningkat, meningkatkana kadar prolaktin, pusing, akatisia, nafsu makan meningkat | memblok aktivitas dopamin | ||
Quetiapine | Seroquel | terapi skizofrenia | somnolen, pusing, konstipasi, hipotensi postural, mulut kering, abnormalitas enzim hati, sakit kepala, astenia, ISK | memblok aktivitas dopamin | ||
Risperidone | Risperdal, Neripros, Nodiril, Persidal, Rizodal, Zofredal | skizofrenia akut dan kronik, keadaan psikotik lain-lain | insomnia, agitasi, ansietas, sakit kepala, somnolen, lelah | memblok aktivitas dopamin | ||
Ziprasidone | Geodon, Zeldox | skizofrenia & gangguan psikotik | ashtenia, sakit kepala, gangguan gastrointestinal, agitasi, dystonia, sindrom ekstrapiramidal | memblokade D2 serta menghambat aktivitas serotonin 5-HT22A | ||
Amilsulpride | Solian | skizofrenia akut dan kronik, keadaan psikotik lain-lain | insomnia,gelisah, agitasi, simptom ekstrapiramidal, impoten, gangguan GI | memblokade D2 serta menghambat aktivitas serotonin 5-HT22A | ||
Sulpiride | Dogmatil | psikomatik, ulkus peptikum, kolikis ulserativa, peny Crohn, kolik, migran abdominal | galaktore, ginekomastia, impotensi atau frigid, amenore, reaksi ektrapiramidal, sedasi % somnolen | memblokade D2 serta menghambat aktivitas serotonin 5-HT22A | ||
Zotepine | Lodopin | skizofrenia | menggigil, sakit kepala, demam, malaise, hipertensi, aritmia, disfungsi ereksi, gangguan menstruasi | memblok aktivitas dopamin |
Pengobatan
v Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
v Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
v Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
v Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
v Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Ø Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Ø Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Ø Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Ø Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
v Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu à dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
v Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
v Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
v Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
v Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
v Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
v Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizpfrenia.
v Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin (effortil IM)
v Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
----Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
2.3.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
----Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
· Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
· Penderita harus puasa
· Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
· Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
· Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
· Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan.
· Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi .
----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak .
----Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
KESIMPULAN
Skizofrenia merupakan suatu gambaran sindrom dengan berbagai macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi keretakan jiwa atau ketidak harmonisan dan ketidaksesuaian antara proses pikir, perasaan dan perbuatan serta hilang timbul dengan manisfestasi klinis yang beragam serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan dari golongan generasi pertama (tipikal antipsikotik) dan golongan generasi kedua (atipikal antipsikotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003
2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
3. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov diakses tanggal 29 September 2010
4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and Families. www.nmah.com diakses tanggal 29 September 2010.
5. Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 29 September 2010.
6. Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 29 September 2010
7. Maramis W.F. Catatan lmu kedokteran jiwa. Airlangga Universiti Press. Surabaya. 475-481,1980.
8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh Jaya, 1999
9. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 29 September 2010.
10. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 29 September 2010
11. Marie, A.C. et al. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. New York. McGraw-Hill Companies
Download file documentnya di sini.
No comments:
Post a Comment